AYOSUROBOYO | Surabaya – Jawaban atas pertanyaan ini, bukan saja sekadar soal Risma yang berdedikasi dan juga berpengalaman dalam penanganan bencana saat 10 tahun menjadi Wali Kota Surabaya (2010-2020) dan juga Menteri Sosial (2020-2024).
Dibalik semua itu, ada satu alasan substansi berkaitan dengan paradigma yang sama diantara kedua tokoh itu (Megawati dan Risma) yang menurutnya “dalam penanggulangan bencana harus mengutamakan perempuan dan anak.
Apalagi proses dalam pengesahan UU tentang penanggulangan bencana di Indonesia dibahas dan disahkan oleh mayoritas laki-laki di DPR. Dimana jumlah perempuan di DPR hanya sekitar 20-21 persen sedangkan jumlah laki-laki mencapai 78-80 persen.

Menurut Mega” Perempuan lah yang paling memahami perempuan, sebab pengetahuan mereka di dapat dari pengalaman mereka sendiri.
Ketika mereka (korban) tinggal di pengungsian misalnya, dalam suasana tak terkendali sering kali perempuan dan anak kesulitan mengakses obat- obatan serta makanan.
Bukan hanya itu, adanya risiko kekerasan seksual bagi perempuan kerap terjadi di pengungsian, belum lagi termasuk tanggung jawab ganda perempuan sebagai istri dan ibu untuk anaknya di pengungsian.
Lebih-lebih bagi perempuan yang kondisinya hamil di saat bencana banjir melanda. Kita bisa bayangkan bagaimana ketidaknyamanan dan ketakutan mereka sewaktu tinggal di pengungsian.
Jadi yang juga perlu diperhatikan “perempuan memiliki siklus haid (menstruasi) bulanan yang mempengaruhi mood mereka. Saya paham situasi itu oleh karenanya, saya memilih Risma atas alasan pengetahuan akan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan dalam pengungsian.
Oleh karena itu, saat Risma turun ke lokasi bencana di Aceh dalam kapasitasnya sebagai Kepala Baguna PDI-P, Risma tak ragu untuk menyusuri jejak bencana.
Dengan berani ia menyusuri lereng terjal bebatuan untuk menyeberangi sungai demi tiba dilokasi para pengungsi.
Ini dilakukan Risma karena pentingnya memahami korban demi kebijakan yang adaftif bagi mereka masyarakat terdampak bencana pada proses tanggap darurat.
Dan yang paling utama, respons pemerintah ke depan haruslah setara serta inklusif terhadap perempuan dan anak, karena mereka kelompok paling rentan, tutup, Mega.


