Simpatik Perjuangan Ibu Kandung Untuk Hak Asuh Anak, Senator Lia : Perempuan Bukan Mesin Penghasil Keturunan

AYOSUROBOYO | Surabaya -Pemberian hak asuh anak di bawah umur kepada ibu kandung setelah perceraian adalah keputusan yang penting untuk melindungi dan memastikan kesejahteraan anak.

Munculnya topik seputar hak asuh atas anak memang umumnya disebabkan karena terjadinya perceraian antara kedua orang tua anak tersebut.

Baca juga : Good Parenting, Senator Lia Istifhama Singgung Peran Orang Tua Sebagai Sahabat Di Tengah Dialog Kebangsaan

Kita juga memahami bahwa ada banyak sekali celah-celah kosong yang harus diselesaikan oleh negara, karena memang bagaimana korban-korban perkawinan yamg terjadi pada orang tua yang menyebabkan psikis anak ini bukan hanya anak untuk yang direbutkan.

Seperti yang telah disampaikan, senator Jawa Timur, Lia Istifhama, kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Khairi Fauzi dalam rapat kerja Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), 23/4/2025.

Secara gamblang, anggota DPD RI tersebut menyinggung pentingnya hak asuh anak korban perceraian di tangan ibu kandungnya, jika usia di bawah umur atau kanak-kanak. Karena, memang kita ingin penanganan ini dilakukan secara sinergi dan serius,” ujar Lia.

Dalam beberapa kasus tertentu “Maraknya perceraian hingga menyebabkan anak terpisah dari ibu kandungnya, sedangkan usia anak yang masih kanak-kanak seharusnya hak asuh di tangan ibu, ini menjadi problem sosial yang harus menjadi atensi bersama.

Maka, adakah langkah dari KemenPPPA untuk menjamin anak tetap bisa diasuh oleh ibunya atau setidaknya memiliki akses bebas bertemu ibu kandungnya?,” tanya keponakan Gubernur Jatim Khofifah tersebut.

Pertanyaan tersebut, disampaikan Ning Lia pasca acara dialog ekonomi kerakyatan yang digelarnya sebagai anggota MPR RI, sebagai bentuk harapan atas keprihatinan atas perjuangan ibu kandung mendapatkan hak asuh anak pasca dicerai suaminya.

Lalu bagaimana bila terjadi perselisihan antara ibu dan ayah mengenai penguasaan anak-anaknya, terutama yang berumur di bawah 5 tahun, saat mereka telah bercerai?

Sungguh “sebuah keprihatinan saat kita melihat realita seorang istri diceraikan suaminya di usia pernikahan sangat muda, dengan anak-anak yang usianya sangat belia, lantas anak-anak tersebut dalam kuasa mantan suami, dengan akses terbatas bahkan sangat sulit bagi seorang ibu menemui buah hati. Ini sangat tidak adil, apalagi tidak jelas sebab utama seorang lelaki memutuskan pernikahan, apalagi tidak ditemukan kesalahan istri seperti apa.”

“Maka ini namanya realita yang aneh, buat apa seorang suami memilih menikahi seorang perempuan saat itu? Jangan sampai perempuan dianggap mesin penghasil keturunan belaka, ini sangat merendahkan martabat wanita.

Sikap yang sangat tidak adil bahkan penghinaan bagi ibu kandung lelaki tersebut itu sendiri. Karena seharusnya perempuan dinikahi karena cinta, bukan karena ego hanya ingin memiliki anak lantas membuang istrinya begitu saja,” tegas senator cantik itu.

Secara gamblang, ning Lia pun menyampaikan komitmennya untuk berupaya memperjuangkan hak asuh di tangan ibu kandung karena perempuan tidak berhak menjadi korban ganda dalam perceraian.

“Saya sangat simpatik dengan upaya keras para kaum ibu untuk memperjuangkan mendapat hak asuh anak.

Saya perempuan, saya meyakini bahwa perempuan memiliki psike atau psikologis yang sangat manusiawi dan sangat empati. Kalaupun ada perempuan yang dianggap ego dalam membina rumah tangga, itu sangatlah sedikit karena umumnya perempuan sangat luluh jika mendapatkan cinta kasih yang tulus.”

“Perempuan tipe sangat penyayang, semisal ia bercerai dengan suami, saya kira perempuan tidak akan tega memisahkan anak dengan bapak kandungnya. Maka sebaliknya, jangan sampai manusia penyayang ini jadi korban ganda, yang mana ia dikhianati, dicerai karena ternyata tidak dinikahi atas cinta, lantas dipisahkan dengan anak yang dilahirkan dari rahimnya sendiri. Ini sangat tidak adil dan ini sama saja dengan perbudakan hak kaum perempuan,” tegasnya.

Sebagai informasi, saat ini publik memang memberi simpatik pada perjuangan Paula Verhoeven yang berusaha bertahan di tengah tudingan negatif pasca perceraiannya dan Tsania Marwah yang hingga kini memiliki akses sangat terbatas untuk bertemu anak kandungnya.

“Dalam berbagai pemberitaan infotainment, kita bisa melihat bagaimana terpuruknya seorang ibu saat harus berpisah dengan anak yang dilahirkannya, bahkan jika kemudian si anak memiliki sikap berbeda seperti tidak suka atau takut bertemu dengan ibu yang sebelumnya sangat mereka cintai. Maka kenapa begini? Kalau tidak diselamatkan, maka yang ada degradasi moral karena dengan ibunya saja bisa membenci, apalagi dengan orang lain.”

“Sama sekali tidak ada untungnya bagi siapapun untuk meracuni pikiran anak agar menolak kehadiran ibu kandungnya.

Jadi saya kira, “sudahlah, ini semua harus di stop, harus dihentikan. Segala tindakan yang kurang manusiawi patut kita cegah bersama karena negara ini butuh maju, dan majunya sebuah bangsa terletak pada penanaman cinta dan ilmu dari ibu pada anak,” pungkasnya. (okik).

Bumiarjo1

Hellboy

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *