Ayosuroboyo | Berjam-jam bahkan berhari-hari saya memantau dan mengikuti polemik pembatalan nasab Ba'alwi ke Sayyidina Muhammad Saw di berbagai YouTube dan artikel di internet baik dari Kiyai Imad sendiri maupun dari yang menolak tesis tersebut.
Oleh: Ustadz Miftah Cool |
Dari hasil pengamatan tersebut dan melakukan komparasi intelektual, saya memberikan konklusi sebagai berikut:
1. Apa yang disampaikan kiyai Imad bukanlah sebuah tesis yang main-main. Tesis tersebut merupakan karya ilmiahnya yang sudah lama dijadikan suatu karya dan dibukukan dengan ratusan halaman yang dilengkapi dengan referensi maupun pandangan-pandangan yang menguatkan tesis tersebut.
2. Tesis kiyai Imad sangat mumpuni dan kuat, dalam dunia akademisi ia telah melakukan rihlah intelektual yang sangat mendalam berdasarkan studi pustaka dari referensi yang mu'tabar dan mu'tamad yang merupakan asas kesungguhan dalam menyajikan rujukan doktrinal.
Baca juga: Netizen kritik Pembangunan IKN Tak Sesuai Pesanan
3. Tidak hanya doktrinal, dia pun memadukan karyanya itu dengan non doktrinal yaitu berdasarkan empirik, melakukan studi lapangan untuk mengokohkan substansi tesis itu. Dengan kata lain, baik referensi yang primer, sekunder hingga tersier berpadu untuk saling melengkapi dan mengunci.
4. Adapun mereka yang ingin mematahkan tesis kiyai Imad itu, saya melihat tidak bisa dipatahkan sama sekali, baik dalam bentuk tulisan maupun pematahan argumen lewat lisan juga tak mencukupi bahkan secara intelektual maupun akademisi perbantahan yang dilontarkan tersebut memiliki banyak cacat karena tidak apple to apple.
5. Main point dari tesis Kiyai Imad ini adalah terputusnya nasab ba'alwi ke Sayyidina Muhammad Saw karena tidak terverifikasinya leluhur ba'alwi dalam hal ini yaitu Ubaidillah. Putusnya nasab Ubaid ini karena kitab-kitab nasab yang tidak terlalu jauh dengan wafatnya Sayyidina Muhammad tidak menyebutkan sama sekali ada nama Ubaidillah ini sebagai anak Ahmad bin Isa. Secara jelas Ahmad bin Isa dalam kitab nasab yang mu'tamad hanya memiliki 3 anak saja. Faktanya Ubaid tidak ada sama sekali. Kalau pun ada, sudah dibantah oleh kiyai Imad melalui manuskrip kitab tersebut bahwa kitab tersebut ditahrif atau dipalsukan.
6. Jauh setelah nama Ubaid itu tak muncul dalam kitab nasab yang mu'tamad, di abad kesembilan baru muncul aksioma bahwa anak Ahmad bin Isa 4 orang termasuk Ubaidillah ini. Hanya saja pengarang kitab tersebut adalah berasal dari klan ba'alwi sendiri. Kondisi seperti ini bagi kita para intelektual maupun akademisi wajib curiga, bagaimana kitab abad kesembilan merinci kembali anak Ahmad bin Isa 4 yang menyelisihi kitab abad ketiga. Paradoks sekali, setelah beratus-ratus tahun baru muncul kabar tambahan yang tidak bisa diverifikasi atau dipertanggungjawabkan baik secara intelektual apalagi secara moral. Istilahnya, kitab primer mau dipaksakan dan dipatahkan oleh kitab tersier.
7. Muncul dari penolak tesis kiyai Imad bahwa kaidah nasab apabila sudah sampai pada syuhroh; populer dan istifadhah; viral, maka Ubaidillah ini bisa diterima sebagai anak Ahmad bin Isa sehingga validlah leluhur ba'alwi ini sebagai dzurriyyah Rasulullah Saw walaupun tanpa data kitab yang sezaman. Jelas sekali kaidah nasab seperti ini tidaklah salah, tapi cara mengimplementasikan kaidah tersebut yang menjadi cacat sehingga melemahkan fakta dan data intelektual. Ini sangat berbahaya sekali jika pola pikir demikian dikembangkan. Justru kalau kita pakai istilah syuhroh dan istifadhah tentunya tesis kiyai Imad ini semakin menguat sebab kitab yang membahas nasab Ahmad bin Isa yang mu'tamad itu diimplementasikan sejalan dan seirama, data lengkap dan fakta bahwa anak Ahmad bin Isa hanya 3 telah populer di masa itu. Kalau setelah ratusan tahun, lalu dadakan booming di permukaan anak Ahmad bin Isa jadi 4 maka kabar itu malah bisa dikatakan hoax atau dibuat-buat untuk suatu kepentingan yang terselubung.
8. Di luar konteks kaidah syhuroh dan istifadhah, kalau data dan fakta sudah lengkap walaupun suatu kabar baru populer, lalu dibantah selanjutnya lantaran sudah tersedia fakta dan data yang komprehensif dan akuntabel maka hal tersebut tidak boleh lagi disikapi secara husnudzhann. Wajib bagi ahlul ilmi menyampaikan kebenaran tersebut dan tidak boleh ditutup-tutupi lagi serta tak boleh lagi berhusnudzann pada kabar yang tidak autentik.
9. Para penolak saya perhatikan membuat analogi cacat membandingkan Ahmad bin Isa dengan nasab Nabi Musa hingga Nabi Adam. Ini ironi! Membandingkan zaman yang tidak membudaya praktek tulis menulis dengan zaman yang telah membudaya tulis menulis hingga membukukan suatu karya ilmiah. Jelas, tulisan buyar sekali pun lebih besar manfaatnya daripada sekedar ingatan seseorang yang memungkinkan rentan untuk terkena pikun dan alzheimer.
10. Kalau hadits bisa dilacak kesahihannya hingga ke akar-akarnya, kalau nasab tak terlacak apalagi nasab keturunan Rasulullah, itu aneh sekali. Kalau hadits begitu gencarnya para ulama hadits memproteksinya sehingga muncul hadis shahih dan hadist palsu, masak keturunan Rasulullah Saw cukup dengan berhusnudzhann saja, wajib kita cemburu jika ada orang yang mengaku keturunan Rasulullah Saw tapi tak didukung data yang kuat. Padahal bagi kita yang awam saja sebenarnya dengan penilaian sederhana saja dapat mengambil konklusi bahwa kitab-kitab yang bisa melacak suatu hadits misalnya rijalul hadits sezaman dengan kitab-kitab yang mencatat nasab keturunan Rasulullah. Lalu kita dengan mudahnya menerima kitab yang menyelisihi tersebut setelah beratus-ratus tahun. Di mana tanggung jawab kita sebagai seseorang yang dituntut kejujuran dan keabsahan dalam menetapkan suatu kabar.
11. Ini bukan main-main karena berkenaan dengan validasi keturunan Rasulullah Saw. Kalau dengan mudahnya mengaku sebagai keturunan Rasulullah Saw hanya bermodalkan husnudzhann maka wajar saja banyak oknum habib yang memalsukan makam atau pekuburan, komersialisasi infak kuburan dari oknum-oknum yang mengaku keturunan Rasulullah Saw, menyebutkan hal-hal yang bersifat khurafat yang menyimpang dari Sayyidina Muhammad Saw sendiri.
12. Upaya terakhir untuk mengakses kesahihan keturunan Rasulullah Saw itu pun dengan memeriksa DNA membuktikan bahwa studi pustaka hingga medis seirama untuk menguatkan itu. Kalau pun tidak ada tes DNA sekali pun kebenaran dan keadilan dalam tesis kiyai Imad itu sangat terang benderang.
13. Sarkasme para ulama dari negeri Arab yang diwawancarai oleh reporter sebagai respon terhadap tesis kiyai Imad tak ada bedanya dengan oknum habib yang menerima tesis tersebut dengan marah-marah dan mengucapkan kata-kata yang tak pantas untuk seorang peniliti seperti kiyai Imad. Mereka membantah dengan opini bukan dengan data, itu jelas sekali kita tolak sebagai semangat membangun peradaban yang penuh intelektual dan kesantunan dalam menginvestigasikan sebuah histori untuk generasi muda mendatang.
14. Respon ini tentunya bukan semangat untuk perpecahan tapi semangat untuk membangun dinamika kehidupan yang penuh dengan optimisme dan kejujuran. Keterangan yang lebih detail saya percayakan kepada Kiyai Imad. Saya tak pernah bertemu dengannya, tak kenal dengannya tapi setelah membaca dan mendengar dari banyak sudut saya mendukung pergerakan yang baik ini. (bumiarjo1).
Tag: #Berita Kyai Imad #Berita Seputar Islam Nusantara #Berita Viral Habib
Oleh: Ustadz Miftah Cool