SELAMAT DATANG DI SITUS BERITA AYO SUROBOYO NUSANTARA BARU INDONESIA MAJU
Kisi-kisi Kampung Bumiarjo

Kisi-kisi Kampung Bumiarjo

Ayosuroboyo | Bumiarjo merupakan pemukiman yang berada dalam wilayah kota Surabaya Kelurahan Sawunggaling Kecamatan Wonokromo Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur. Letak administratif Bumiarjo bersampingan dengan wilayah lain yang masih di Kelurahan yang sama yaitu kampung kampung Waringin dan Joyoboyo.

Kisi-kisi Kampung Bumiarjo  Bumiarjo merupakan pemukiman yang berada dalam wilayah kota Surabaya kelurahan sawunggaling kecamatan wonokromo. Bumiarjo bersampingan dengan wilayah kampung lainnya yakni kampung waringin dan joyoboyo.  Bumiarjo terdiri dari 1 RW yakni RW 05  dari 10 RT. Berdasarkan wawancara dengan salah satu sumber yang namanya enggan disebutkan, selaku penduduk lawas kelahiran Bumiarjo bahwa, ditengah-tengah pemukiman Bumiarjo , Waringin dan Joyoboyo terdapat trem yang digunakan sebagai aktifitas Kereta Api Uap. Warga juga telah menempati lahan itu sudah sejak tahun 1960, “ini terekam dari kakak pertama saya yang lahir di Bumiarjo pada tahun 1960 dan saya sebagai anak ke 2 lahir pada tahun 1965 di kampung Bumiarjo juga paparnya    Pada tahun 1960 ditersebut sudah ramai dan padat penduduk, selain adanya aktifitas Kereta Api Uap ditengah-tengah pemukiman, ada terminal joyoboyo yang merupakan terminal Angkutan antar Kota Antar provinsi (AKAP) terbesar di Jawa Timur seluas  7 hektar berikut wilayah yang ada di Bumiarjo Waringin dan Joyoboyo kurang lebih 3 hektar untuk dipergunakan sebagai oprasional oleh kereta Api UAP.Pada masa itu Kereta Api Uap yang beroprasi  yakni kereta api  ex barat yang merupakan Kereta Api Swasta yang pada jaman kolonial pernah beroprasi di Hindia Belanda bernama Oost java stroomtram maatshapp ij (OJS).  Kereta ex barat merupakan kereta yang menghu bungkan stasiun ujung, stasiun benteng, stasiun wonokromo kota hingga stasiun karang pilang. Kereta UAP tersebut merupakan transportasi darat yang dipergunakan sebagai transitnya penumpang juga barang yang menghubungkan dari stasiun ujung, stasiun benteng, stasiun wonokromo kota hingga sampai stasiun karang pilang, untuk didistribusikan ke sepanjang.   Sekira tahun 1975 Kereta Api Uap tersebut sudah tidak lagi aktif/berhenti  total sebab berhentinya aktivitas Kereta Api Uap dikarenakan adanya persaingan  mode transportasi yang semakin maju dan modern. Maka dengan berhentinya KeretaApi Uap tersebut sekaligus menghentikan aktifitas trem yang ada di wilayah terdekat seperti (waringin, bumiarjo dan joyoboyo) juga seluruh kawasan yang berhubungan dengan lahan-lahan yang menghubungkan dengan stasiun ujung, stasiun benteng, stasiun wonokromo kota hingga stasiun karang pilang yang berakibat  wilayah tersebut menjadi wilayah/tanah terbengkalai.   Orang tua kami dulu juga menceritakan bahwa selama puluhan tahun tempat tersebut dibiarkan terbengkalai dan tidak ter-urus sehingga  menjadi wilayah yang tidak bertuan. Berkembangnya zaman, semakin banyaknya penduduk yang datang di Kota Surabaya, secara perlahan warga yang datang dari seluruh penjuru Jawa Timur menempati lahan yang masih kosong ditengah pemukiman yang sudah ramai oleh terminal angkutan darat Joyoboyo. yang pada intinya lahan tersebut ditempati oleh masyarakat Surabayayang sangat membutuhkan tempat tinggal sehingga tempat itu menjadi tempat yang tidak bertuan.   Berjalannya waktu tumbuhlah penduduk satu persatu dan terbentuk menjadi suatu pemukiman yang dinamakan  (waringin, bumiarjo dan joyoboyo). Masyarakat diwilayah ini juga menemui beberapa konflik sengketa yang dialami warga hingga saat ini.  Warga memilikikepentingan yang sama yakni menginginkan hak legalitas atas tanah yang sudah ditempati selama 50-60 tahun. tidak hanya menempati, warga juga merawat dan menjaga lahan yang dihuni tersebut.  Berangkat dari kacamata Legalitas Kampung  melalui konsep De facto dan De jure, Kata “legalitas” memiliki kata dasar “legal”, adalah suatu hal yang sesuai dengan peraturan hukum atau perundang-undangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, legalitas merupakan keadaan sah atau keabsahan. Dalam hal ini legalitas dapat didefinisikan perbuatan atau benda yang diakui keberadaannya selama tidak ada ketentuan yang mengatur.  Legalitas hak atas tanah merujuk pada keadaan atau keabsahan suatu hak atas tanah yang diakui secara sah menurut hukum. Dalam konteks hukum agraria di Indonesia, legalitas hak atas tanah terkait erat dengan penguasaan dan sertifikasi tanah. Legalitas hak atas tanah menyangkut keberadaan bukti kepemilikan tanah, seperti sertifikat, yang merupakan landasan untuk menegakkan tertib hukum dan administrasi terkait dengan penguasaan tanah. Legalitas juga sebagai kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, baik yang dibuat pemerintah maupun secara universal.   Legalitas melalui konsep De Jure dan De Facto pada dua pendekatan yang berbeda dalam menilai legalitas suatu keadaan. Legalitas de jure mengacu pada legalitas yang diakui secara resmi berdasarkan hukum dan konstitusi yang berlaku. Jika suatu keadaan diakui secara de jure, berarti hal tersebut dianggap sah dan legal sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.  Melihat dari sebagian dari warga yang sudah mempunyai sertifikat/SHM (Surat Hak Milik). oleh sebagian baik warga waringin maupun bumiarjo dan joyoboyo yang resmi dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Surabaya (BPN) No.106 tahun 1989 a/n Abdurrahman yang beralamatkan di Jl.Brawijaya Kedurus I/69A. Surabaya dan masih banyak lainnya.  Gambar SHM tersebut merupakan salah satu SURAT KEPUTUSAN. Pj. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Timur, pada tanggal 30 Mei 1989 No.106/520.1/35/1989. Ganti rugi/uang wajib Rp 130.000 dan Rp 65.000. lama Hak Berlaku Dipergunakan sebagai tempat tinggal.  Beberapa rumah di area waringin, bumiarjo dan joyoboyo kelurahan sawunggaling, kecamatan wonokromo, kota Surabaya sudah ada yang beralih fungsi dan beralih tangan kepemilikannya seperti rumah loji dijalan joyoboyo mulai dari Alfamidi pojok depan pom bensin sepanjang jalan joyoboyo. Menurut informasi yang diterima rumah tersebut sudah ada yang beralih fungsi dan bersertifikat hak milik yang dipergunakan sebagai tempat tinggal dan tempat usaha.   Dalam hukum tanah nasional, ada bermacam-macam hak penguasaan atas tanah, seperti hak ulayat, hak milik, dan hak guna usaha. Legitimasi hak atas tanah berkaitan erat dengan kepastian hukum dan pengakuan dari masyarakat. Pengakuan de facto diberikan kepada suatu pemerintahan atau rakyat indonesia yang memiliki kendali atau kekuasaan nyata atas wilayah tertentu, meskipun pengakuan ini belum tentu didasarkan pada legitimasi hukum formal.   Secara de facto sejarah pada jaman dahulu, adanya aktifitas Kereta Api Uap di tengah-tengah pemukiman yang ada saat kereta api masih beroprasional dan pemukiman yang ada setelah berhentinya oprasional kereta api pada saat itu memang masih belum memiliki legalitas hak atas tanah yang ditempatinya. Warga yang baru hadir dan menempati lahan di kawasan kampung itu tinggal karna lahan bekas jalur kereta api masih kosong dan tidak ter urus, saat itulah warga yang datang dari penjuru jawa timur memanfaatkan lahan tersebut untuk digunakan sebagai hunian.   Namun perlu diketahui bahwa negara juga mengakui adanya pemukiman di Bumiarjo, Waringin juga Joyoboyo dengan melalui fasilitas yang diberi oleh negara yang dimana secara Administrasi lahan tersebut terdaftar dalam kependudukan Pemerintahan kota Surabaya dengan warga mempunyai alamat Kartu Tanda Penduduk (KTP) dirumah huniannya. Lalu sekitar pada tahun 1990 sebagian besar rumah sudah mulai membayar Pajak Bumi Bangunan (BPP) atas rumah tinggal yang ditempati, hal itulah yang menunjukkan fakta bahwa warga/penduduklah yang telah menguasai, merawat dan menjaga tanah ke lahiran.   Fakta bahwa warga/penduduk yang sudah menempati, menguasai dan merawat lahan selama lebih 50-60 tahun, dengan demikian warga merasa berhak men daftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut. sesuai dangan pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 yang mengatur tentang pendaftaran tanah menyatakan “seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 tahun secara terus menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut”.   Dari dasar tersebut warga merasa sudah seyogyanya bagi warga asli  Bumiarjo  meminta kepastianhukum (Mengurus SHM) terkait status tanah yang selama ini ditempati, dirawat dan dikuasai selama kurang lebih 50-60 tahun dan warga meminta hak yang sama sebagai warga negara Indonesia, hak masyarakat dalam mengakses tanah milik negara atau tanah negara bebas terkait dengan kebijakan dan regulasi yang ada dalam setiap negara. ( bumiarjo1)
Foto : Salah satu SHM milik warga yang dikeluarkan oleh BPN

Bumiarjo terstruktur dari 1 RW yakni RW 05 dari 10 RT. Berdasarkan wawancara dengan salah satu sumber yang namanya enggan disebutkan, selaku penduduk lawas kelahiran Bumiarjo bahwa, ditengah-tengah pemukiman Bumiarjo , Waringin dan Joyoboyo terdapat trem yang digunakan sebagai aktifitas Kereta Api Uap. Warga juga telah menempati lahan itu sudah sejak tahun 1960, “ini terekam dari kakak pertama saya yang lahir di Bumiarjo pada tahun 1960 dan saya sebagai anak ke 2 lahir pada tahun 1965 di kampung Bumiarjo juga paparnya 

Awal tahun 1960 dikawasan tersebut sudah ramai dan padat penduduk, selain adanya aktifitas Kereta Api Uap ditengah-tengah pemukiman, ada terminal joyoboyo yang merupakan terminal Angkutan antar Kota Antar provinsi (AKAP) terbesar di Jawa Timur seluas  7 hektar berikut wilayah yang ada di Bumiarjo Waringin dan Joyoboyo kurang lebih 3 hektar untuk dipergunakan sebagai operasional oleh kereta Api UAP. Pada masa itu Kereta Api Uap yang beroperasi  yakni kereta api ex barat yang merupakan Kereta Api Swasta yang pada jaman kolonial pernah beroperasi di Hindia Belanda bernama Oost java stroomtram maatshapp ij (OJS).


Kereta ex barat merupakan kereta yang menghubungkan stasiun ujung, stasiun benteng, stasiun wonokromo kota hingga stasiun karang pilang. Kereta UAP tersebut merupakan transportasi darat yang dipergunakan sebagai transitnya penumpang juga barang yang menghubungkan dari stasiun ujung, stasiun benteng, stasiun wonokromo kota hingga sampai stasiun karang pilang, untuk didistribusikan kes Sepanjang.


Sekira tahun 1975 Kereta Api Uap tersebut sudah tidak lagi aktif/berhenti. 

Total sebab berhentinya aktivitas Kereta Api Uap itu dikarenakan adanya persaingan mode transportasi yang semakin maju dan modern. Maka dengan berhentinya Kereta Api Uap tersebut sekaligus menghentikan aktifitas trem yang ada di wilayah terdekat seperti (waringin, bumiarjo dan joyoboyo) juga seluruh kawasan yang berhubungan dengan lahan-lahan penghubung dengan stasiun ujung, stasiun benteng, stasiun wonokromo kota hingga stasiun karang pilang yang berakibat  wilayah tersebut menjadi wilayah/tanah terbengkalai. 


Orang tua kami dulu juga menceritakan bahwa selama puluhan tahun tempat tersebut dibiarkan terbengkalai dan tidak ter-urus sehingga menjadi wilayah yang tidak bertuan.


Berkembangnya zaman, semakin banyaknya penduduk yang datang di

Kota Surabaya, secara perlahan warga yang datang dari seluruh penjuru Jawa

Timur menempati lahan yang masih kosong ditengah pemukiman yang sudah ramai oleh terminal angkutan darat Joyoboyo, yang pada intinya lahan tersebut ditempati oleh masyarakat Surabaya yang sangat membutuhkan tempat tinggal sehingga tempat itu menjadi tempat yang tidak bertuan.

 

Berjalannya waktu tumbuhlah penduduk satu persatu dan terbentuk menjadi suatu pemukiman yang dinamakan  (Bumiarjo Waringin dan Joyoboyo). Masyarakat di wilayah ini juga menemui beberapa konflik sengketa yang dialami hingga saat ini.


Warga memiliki kepentingan yang sama yakni menginginkan hak legalitas atas tanah yang sudah ditempati selama 50-60 tahun. tidak hanya menempati, warga juga merawat dan menjaga lahan yang telah dihuninya tersebut.


Berangkat dari kacamata Legalitas Kampung melalui konsep De facto dan De jure, Kata “legalitas” memiliki kata dasar “legal”, adalah suatu hal yang sesuai dengan peraturan hukum atau perundang-undangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, legalitas merupakan keadaan sah atau keabsahan. Dalam hal ini legalitas dapat didefinisikan perbuatan atau benda yang diakui keberadaannya selama tidak ada ketentuan yang mengatur.


Legalitas hak atas tanah merujuk pada keadaan atau keabsahan suatu hak atas tanah yang diakui secara sah menurut hukum. Dalam konteks hukum agraria di Indonesia, legalitas hak atas tanah terkait erat dengan penguasaan dan sertifikasi tanah. Legalitas hak atas tanah menyangkut keberadaan bukti kepemilikan tanah, seperti sertifikat, yang merupakan landasan untuk menegakkan tertib hukum dan administrasi terkait dengan penguasaan tanah. Legalitas juga sebagai kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, baik yang dibuat pemerintah maupun secara universal. 


Legalitas melalui konsep De Jure dan De Facto pada dua pendekatan yang berbeda dalam menilai legalitas suatu keadaan. Legalitas de jure mengacu pada legalitas yang diakui secara resmi berdasarkan hukum dan konstitusi yang berlaku. Jika suatu keadaan diakui secara de jure, berarti hal tersebut dianggap sah dan legal sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.


SHM milik salah satu Warga
Dokumen Warga 

Melihat dari sebagian dari warga yang sudah mempunyai sertifikat/SHM (Surat Hak Milik). oleh sebagian baik warga waringin maupun bumiarjo dan joyoboyo yang resmi dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Surabaya (BPN) No.106 tahun 1989 a/n Abdurrahman yang beralamatkan di Jl.Brawijaya Kedurus I/69A. Surabaya dan masih banyak lainnya.

Gambar SHM tersebut merupakan salah satu SURAT KEPUTUSAN. Pj. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Timur, pada tanggal 30 Mei 1989 No.106 /520.1 /35 /1989. Ganti rugi/uang wajib Rp 130.000 dan Rp 65.000. lama Hak Berlaku Dipergunakan sebagai tempat tinggal.


Beberapa rumah di area waringin, bumiarjo dan joyoboyo kelurahan sawunggaling, kecamatan wonokromo, kota Surabaya sudah ada yang beralih fungsi dan beralih tangan kepemilikannya seperti" rumah loji dijalan joyoboyo mulai dari Alfamidi pojok depan pom bensin sepanjang jalan joyoboyo. Menurut informasi yang diterima rumah tersebut sudah ada yang beralih fungsi dan bersertifikat hak milik yang dipergunakan sebagai tempat tinggal dan tempat usaha. 


Dalam hukum tanah nasional, ada bermacam-macam hak penguasaan atas tanah, seperti hak ulayat, hak milik, dan hak guna usaha. Legitimasi hak atas tanah berkaitan erat dengan kepastian hukum dan pengakuan dari masyarakat. Pengakuan De facto diberikan kepada suatu pemerintahan atau rakyat indonesia yang memiliki kendali atau kekuasaan nyata atas wilayah tertentu, meskipun pengakuan ini belum tentu didasarkan pada legitimasi hukum formal. 


Secara De facto sejarah pada jaman dahulu, adanya aktifitas Kereta Api Uap di tengah-tengah pemukiman yang ada saat kereta api masih beroperasional dan pemukiman yang ada setelah berhentinya operasional kereta api pada saat itu memang masih belum memiliki legalitas hak atas tanah yang ditempatinya. Warga yang baru hadir dan menempati lahan di kawasan kampung itu tinggal karna lahan bekas jalur kereta api masih kosong dan tidak ter urus, saat itulah warga yang datang dari penjuru jawa timur memanfaatkan lahan tersebut untuk digunakan sebagai hunian. 


Namun perlu diketahui bahwa negara juga mengakui adanya pemukiman di Bumiarjo, Waringin juga Joyoboyo dengan melalui fasilitas yang diberi oleh negara yang dimana secara Administrasi lahan tersebut terdaftar dalam kependudukan Pemerintahan kota Surabaya dengan warga mempunyai alamat Kartu Tanda Penduduk (KTP) di rumah huniannya. Lalu sekitar pada tahun 1990 sebagian besar rumah sudah mulai membayar Pajak Bumi Bangunan (BPP) atas rumah tinggal yang ditempati, hal itulah yang menunjukkan fakta bahwa warga/penduduk lah yang telah menguasai, merawat dan menjaga tanah ke lahiran.

 

Fakta bahwa warga/penduduk yang sudah menempati, menguasai dan merawat lahan selama lebih 50-60 tahun, dengan demikian warga merasa berhak men daftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut. sesuai dangan pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 yang mengatur tentang pendaftaran tanah menyatakan “seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 tahun secara terus menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut”. 


Dari dasar tersebut warga merasa sudah seyogyanya bagi warga asli  Bumiarjo  meminta kepastian hukum (Mengurus SHM) terkait status tanah yang selama ini ditempati, dirawat dan dikuasai selama kurang lebih 50-60 tahun dan warga meminta hak yang sama sebagai warga negara Indonesia, hak masyarakat dalam mengakses tanah milik negara atau tanah negara bebas terkait dengan kebijakan dan regulasi yang ada dalam setiap negara. ( bumiarjo1)

Lebih baru Lebih lama